Manhaj Salaf Membantah Pelaku Yang Menyimpang
Bersama Pemateri :
Ustadz Abdullah Taslim
Manhaj Salaf Membantah Pelaku Yang Menyimpang merupakan kajian Islam ilmiah oleh Ustadz Abdullah Taslim, M.A. dalam pembahasan kitab Kun Salafiyyan ‘alal Jaddah. Kajian ini disampaikan pada 18 Shafar 1443 H / 25 September 2021 M.
Ceramah Agama Islam Tentang Manhaj Salaf Membantah Pelaku Yang Menyimpang
Menit ke-19:32 Tujuan kita mambahas kitab ini adalah untuk memudahkan kita melakukan At-Tashfiyah wa At-Tarbiyah . Yaitu pembersihan dan mendidik diri serta kaum muslimin di atas pemahaman yang telah bersih dan murni tersebut. Inilah sebabnya para ulama Salaf lebih mengutamakan orang yang ketika menjelaskan agama sekaligus membantah penyimpangan-penyimpangan sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat.
Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullahu Ta’ala pernah ditanya: “Seseorang yang beribadah untuk dirinya sendiri, apakah ini lebih kamu sukai daripada orang lain yang dia membahas tentang penyimpangan-penyimpangan bid’ah?” Maka Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullahu Ta’ala mengatakan:
إذا قام وصلى واعتكف فإنما هو لنفسه، وإذا تكلم في أهل البدع فإنما هو للمسلمين؛ هذا أفضل
“Kalau dia melaksanakan ibadah shalat, beri’tikaf, maka manfaatnya terbatas pada dirinya sendiri. Tapi kalau dia membantah ahlul bid’ah, maka ini manfaatnya untuk dirinya sendiri dan semua kaum muslimin, maka ini yang lebih utama.”
Pembahasan agama dengan metode seperti ini kita dengarkan dari para Ustadz kita, alhamdulillah akhirnya kita dapat hidayah, mengetahui kesalahan yang selama ini kita lakukan, kemudian kita berhijrah.
Masih pernyataan Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullahu Ta’ala yang bertanya kepada beliau tentang perbuatan para ulama ahlul hadits yang mengkritik para rawi hadits. Beliau berkata:
إذا سكت أنت وسكت أنا؛ فمتى يعرف الجاهل الصحيح من السقيم؟!
“Kalau engkau diam dan aku juga diam, maka bagaimana orang jahil bisa mengetahui hadits shahih dan lemah…!?”
Inilah pertimbangan utama.
Kita ketahui di akhir zaman ini sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam demikian terasing. Bahkan sudah merupakan ketentuan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berlakukan pada agama ini, bahwa semakin jauh zaman maka semakin banyak sunnah yang ditinggalkan, semakin banyak bid’ah yang bermunculan.
Lalu bagaimana Ahlus Sunnah bisa berpegang teguh dengan sunnah kalau tidak ada yang menjelaskan ini yang benar dan yang salah? Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhuma berkata:
ما يأتي على الناس عام إلا أحدثوا فيه بدعة، وأماتوا فيه سنة، حتى تحيا البدع وتموت السنن
“Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun kecuali di situ mereka akan mengada-ngadakan satu perbuatan bid’ah dan meninggalkan sunnah. Sampai tumbuh subur kebid’ahan dan berguguran sunnah-sunnah.”
Lalu mana konsekuensi seseorang yang mengaku sebagai Ahlus Sunnah kalau dia tidak berusaha menghidupkan sunnah dan memadamkan kebalikan dari sunnah? Bagaimana mungkin kita yang di akhir zaman bisa merasakan nikmatnya melaksanakan sunnah dalam shalat, puasa, apalagi dalam iman dan tauhid kalau seandainya bid’ah yang semakin lama semakin bermunculan tidak dipadamkan dengan taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui keberkahan dakwah para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah, kemudian para ustadz-ustadz sunnah kita?
Bahkan keadaan yang lebih memprihatinkan lagi adalah apa yang digambarkan oleh sahabat yang mulia Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu. Suatu saat Hudzaifah Ibnul Yaman di depan murid-muridnya mengambil dua buah batu dan disusun. Tentu saja ketika disusun ada cahaya yang luar tapi kecil dibandingkan batu yang besar. Maka beliau berkata kepada murid-muridnya:
هل ترون مابين هذين الحجرين من النور؟
“Wahai murid-muridku, apakah kalian bisa melihat cahaya di antara celah kedua batu ini?”
Maka murid-muridnya mengatakan: “Kami hanya melihat cahaya sedikit yang keluar.” Setelah itu Hudzaifah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu berkata:
والذي نفسي بيده لتظهرنّ البدع حتى ﻻ يُرى من الحق إﻻ قدر مابين هذين الحجرين من النور، والله لتفشونّ البدع حتى إذا ترك منها شيء قالوا: تركت السنة
“Demi Allah yang jiwaku ada di tanganNya, sungguh-sungguh di akhir zaman nanti akan bermunculan bid’ah-bid’ah sehingga kebenaran tidak akan terlihat lagi kecuali hanya sekadar cahaya yang terlihat di antara celah kedua batu ini. Demi Allah diakhir zaman akan tersebar bid’ah sampai jika salah satu dari bid’ah ditinggalkan, maka orang-orang mengatakan: ‘Sungguh sunnah telah ditinggalkan.`”
Antum tidak memikirkan anak-anak kita nanti bagaimana. Kaum muslimin nanti yang datang setelah kita bagaimana? Bagaimana mereka bisa dididik di atas agama yang baik? Ini semua bagian dari kebaikan yang justru terlihat pada Manhaj Salaf.
Peran ulama menjaga Islam
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan peran para ulama Ahlus Sunnah dalam menjaga agama Islam (tentu dengan taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala), sekaligus bagaimana metode mereka membersihkan pemahaman Islam ini agar nantinya kaum muslimin bisa dididik diatas Islam yang benar. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ يَنْفُونَ عَنْهُ تَحْرِيفَ الْغَالِينَ وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ وَتَأْوِيلَ الْجَاهِلين
“Akan membawa ilmu agama ini dari setiap generasi orang-orang yang adil terpercaya di antara mereka. Mereka akan membersihkan dari agama ini upaya untuk menyelewengkan/merubah makna agama dari orang-orang yang melampaui batas, pemalsuan yang dilakukan oleh orang-orang yang ingin merusak agama, dan pentakwilan orang-orang yang jahil.”
Inilah tujuan belajar manhaj, yaitu untuk membenarkan kita dalam masalah ini. Sekarang yang bisa kita lakukan diakhir zaman adalah tetap menuntut ilmu, mengambil kebaikan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala masih jadikan di umat Islam ini. Membaca kitab-kitab para ulama dengan kita berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang mereka akan terus ada sampai diakhir zaman.
Imam Asy-Syafi’i mengatakan:
إذا رأيت رجلا يطلب الحديث فكأنما رأيت رجلا من أصحاب الرسول صلى الله عليه وسلم
“Jika saya melihat seorang yang menuntut ilmu hadits, maka seolah-olah saya melihat seorang dari sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Bahkan Imam Ibnul Qayyim Rahimahullahu Ta’ala menegaskan bahwa orang yang menuntut ilmu sunnah inilah wali-wali Allah yang sesungguhnya. Beliau berkata:
ورثة الأنبياء سادات أولياء الله عز و جل
“Pewaris para Nabi (yaitu orang-orang yang belajar sunnah) adalah pimpinan para wali-wali Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Oleh karena itulah, jika ingin menjadi golongan yang selamat, maka kita harus selalu berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (sebagaimana doa Imam Ahmad bin Hambal):
اللهم امتنا على الاسلام والسنة
“Ya Allah wafatkanlah aku diatas Islam dan diatas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Kemudian bersabar menuntut ilmu.
Dalam menuntut ilmu ada metode yang terbukti berhasil ditempuh oleh generasi sebelum kita. Antum menuntut ilmu bukan dengan sekedar keinginan, menyukai yang ini sedangkan yang itu tidak suka, bukan demikian. Antum belajar untuk memperbaiki diri lahir dan batin. Ikuti metode Salaf, jangan mengikuti yang lain.
Imam Malik bin Anas Rahimahullahu Ta’ala pernah berkata:
لا يصلح آخر هذه الأمة إلا بما صلح به أولها
“Tidak akan baik keadaan umat diakhir zaman kecuali dengan apa yang telah memperbaiki diawal umat ini.”
Tanpa mengikuti metode mereka dalam belajar, dalam mengkaji agama, tidak membahas tentang pembahasan-pembahasan yang menjelaskan tentang manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah, maka tidak akan menjadi sebab seseorang itu berpegang teguh diatas manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah dan tidak akan menjadi seorang pengikut manhaj salaf yang sejati.
Membantah Pelaku Yang Menyimpang
Menit ke-40:37 Termasuk di antara metode manhaj salaf adalah membantah orang-orang yang menyimpang dari manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah. Hal ini dalam rangka menjaga kemurnian agama dan nasehat.
Dan termasuk yang dibahas di sini adalah ketika membantah seseorang yang memang dasar pemahamannya menyimpang, maka tidak perlu disebutkan kebaikannya. Karena tujuan Antum adalah membantah, bukan mempromosikan orang tersebut supaya makin disukai. Justru memperingatkan supaya dijauhi karena berhubungan dengan kesalahannya. Apalagi mereka-mereka yang kesalahannya samar, bahkan dianggap oleh sebagian dari kaum muslimin sebagai orang-orang yang membawa kebenaran.
Contohnya adalah bagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan aib beberapa orang sahabat yang tentu kebaikan mereka banyak. Bahkan mereka adalah orang-orang yang kebaikannya menjadi panutan bagi kita. Tapi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika menyebutkan aib mereka, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak perlu menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka.
Beda ketika kita ingin menjelaskan biografi seseorang. Maka kita sebutkan semua yang ada pada dirinya. Tapi ketika kita ingin membahas seorang tokoh yang dikagumi di kalangan kaum muslimin, dan ternyata dia punya penyimpangan bid’ah besar, bahkan mengajak kepada bid’ah tersebut sehingga banyak mempengaruhi orang, maka yang seperti ini tidak perlu disebutkan kebaikannya. Karena tujuan kita adalah membuat orang jauh.
Ketika kita menjelaskan tentang seseorang, misalnya orang ini memiliki kesalahan-kesalahan demikian, demikian, demikian. Dia mengajak kepada perbuatan bid’ah. Jika kita tambahkan setelah itu “Tapi bagaimanapun dia adalah seorang yang punya kebaikan, dia pernah melakukan ini, melakukan itu, dan seterusnya.” Maka orang awam akan menyimpulkan bahwa berarti tetap saja dia baik. Tujuan kita untuk memberi nasehat dan menjauhi dia akhirnya tidak terwujud. Justru ini membuat bingung orang-orang awam.
Lihat contoh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam memperingatkan manusia dari keburukan: menit ke-44:42
Download mp3 kajian Tentang Membantah Pelaku Yang Menyimpang
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50762-manhaj-salaf-membantah-pelaku-yang-menyimpang/